Kamis, 11 Agustus 2011

KETIKA IKLIM “KURANG BERSAHABAT”

Oleh:

Hanung A. Mulyadi

Staf Peneliti LIPI

Akhir-akhir ini banyak terdengar berita tentang “anomali” (baca: penyimpangan, keanehan) iklim yang terjadi di banyak Negara yang tersebar di berbagai belahan dunia disertai dengan meningkatnya kejadian bencana alam. Sebut saja banjir di Australia tepatnya di Quensland dan sekitarnya yang terjadi beberapa pekan terakhir, kemudian banjir bandang disertai tanah longsor juga terjadi di Negara Brazil. Di Indonesia sendiri, rangkaian bencana alam yang berkaitan dengan iklim atau akibat lain boleh jadi masih terkait dengan adanya penyimpangan kondisi iklim sampai saat ini masih saja berlangsung. Dan, semoga saja kejadian ini bisa cepat berlalu sehingga tidak memberi dampak negatif jangka panjang terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat di seluruh dunia, juga termasuk di negara Indonesia tentunya.

ANOMALI IKLIM

Jika menilik rangkaian kejadian yang telah terjadi sepanjang tahun 2010, banyak fenomena yang terkait adanya penyimpangan iklim dari berbagai belahan negara sehingga diduga ikut berkontribusi terhadap meningkatnya kejadian bencana alam seperti banjir besar di Australia, Thailand dan Pakistan, tanah longsor, turunnya salju tidak pada musimnya, cuaca dingin yang ekstrim di eropa, dimana hal tersebut hanya sedikit ilustrasi dari sekian banyak kejadian terkait anomali iklim. Disadari atau tidak, sepanjang tahun 2010 kemarin, kita merasakan kenaikan intensitas terjadinya hujan. Dimana kalau biasanya kita merasakan tingginya curah hujan pada bulan Desember dan Januari, maka hal tersebut intensitasnya meningkat menjadi hampir sepanjang tahun terjadi hujan termasuk pada bulan Maret sampai Agustus yang biasanya terjadi musim kemarau.

Menurut sumber dari BMKG, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya anomali iklim di Indonesia diantaranya adalah peningkatan suhu permukaan air laut yang berpengaruh terhadap adanya potensi hujan di sebagian besar wilayah Indonesia; dan pemanasan global (global warming). Sehingga sepanjang tahun 2010 kemarin, di Indonesia mengalami perubahan iklim yang tidak menentu dimana secara umum berpotensi memberi dampak terhadap masyarakat Indonesia dan khususnya bagi para petani serta nelayan yang sangat bergantung dari faktor iklim.

POTENSI DAMPAK

Adanya anomali iklim berpotensi memberi dampak baik secara langsung (jangka pendek) maupun tidak langsung (jangka panjang) terhadap kehidupan masyarakat kita. Betapa tidak, dengan adanya perubahan iklim yang tidak menentu maka masyarakat yang mata pencahariannya sangat bergantung pada kondisi iklim akan menerima dampak langsung adanya penyimpangan iklim ini. Contohnya adalah para petani dan nelayan, dimana dengan kondisi iklim yang tidak menentu akan mempengaruhi pendapatan mereka.

Bagi petani, kondisi ini akan berpengaruh terhadap hasil pertanian dan perkebunan. Hal ini dimulai dari bergesernya musim tanam dikarenakan kondisi iklim (munculnya musim kemarau basah), berlanjut pada tanaman perkebunan seperti cabe, kopi, sayur dan beberapa komoditas ekonomis lainnya. Hal ini akan mempengaruhi produktivitas hasil produksi pertanian, karena terganggunya pola penyerbukan (penyerbukan tidak sempurna) maka kopi yang dapat dipanen akan berkurang. Begitu juga untuk produk perkebunan seperti cabe dan sayur-sayuran, dimana kita sempat merasakan lonjakan harga yang cukup signifikan untuk komoditas yang satu ini.

Bagi nelayan, adanya penyimpangan iklim sangat dirasakan betul oleh beliau-beliau yang harus berjuang mengarungi laut dan mensiasati besarnya terjangan ombak guna memperoleh hasil tangkapan yang optimal. Bahkan demi mencapai daerah tangkapan (fishing ground) ikan-ikan tertentu, tidak jarang dari mereka mengabaikan adanya peringatan kondisi cuaca yang kurang bersahabat dari BMKG atau instansi terkait. Situasi seperti ini tidak hanya berhenti sampai disini dimana meski sedikit bertaruh, hasil tangkapan yang diharapkan pun terkadang juga tidak banyak. Seolah-olah kelompok ikan juga enggan untuk menghampiri jaring nelayan yang sudah ditebar. Hasilnya dapat ditebak, jumlah tangkapan sedikit maka harga di pasar akan melonjak naik.

Contoh lain aktivitas yang dipengaruhi oleh kondisi iklim adalah transportasi. Sudah menjadi kewajiban setiap perusahaan yang bergerak dibidang transportasi sektor publik bahwa keselamatan penumpang adalah hal yang utama baik untuk transportasi darat, laut maupun udara. Kita tentu masih ingat kabar dari beberapa negara di eropa beberapa pekan terakhir dimana pihak maskapai penerbangan membatalkan penerbangan karena kondisi cuaca ekstrim. Kejadian terkait cuaca buruk dan gelombang besar yang terjadi di sebagian wilayah perairan Indonesia juga terjadi dan menyebabkan terganggunya jadwal penyeberangan dan pelayaran kapal.

ALTERNATIF SOLUSI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Adanya penyimpangan iklim yang dapat berpotensi memberi dampak negatif baik langsung (jangka pendek) maupun tidak langsung (jangka panjang) memerlukan alternatif solusi. Langkah awal yang menjadi skala prioritas dari alternatif solusi adalah penanganan yang bersifat mendesak (urgent) misalnya memberi skala prioritas utama untuk petani dan nelayan yang terkena dampak langsung adanya fenomena anomali iklim di Indonesia.

Boleh jadi, pencanangan gerakan nasional menghadapi anomali iklim oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Desa Lebo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur bersama masyarakat dan dinas terkait pada tanggal 14 Januari 2011 kemarin menjadi langkah awal yang patut diapresiasi secara positif. Meski demikian, hal yang tidak kalah penting adalah implementasi teknis yang harus dilakukan guna mendukung kebijakan publik tersebut. Badan litbang pertanian, perikanan dan instansi terkait bersama-sama masyarakat secara aktif mencari solusi terbaik dalam menghadapi adanya anomali iklim yang tengah berlangsung saat ini. Sebagai contoh adalah melalui pemuliaan tanaman seperti cabe yang tahan busuk, padi yang varietasnya lebih tahan terhadap kondisi iklim saat ini bahkan jika memungkinkan melakukan pemuliaan terhadap ikan ekonomis tertentu melalui rekayasa genetika sehingga dihasilkan produk perikanan yang lebih unggul dengan masa produksi pendek (cepat panen). Dan untuk selanjutnya, setelah melalui serangkaian uji dapat dipublikasi dan diimplementasikan kepada masyarakat luas sebagai salah satu bentuk kebijakan publik yang bermanfaat dalam menghadapi kondisi iklim yang kurang bersahabat.


Publikasi: Ambon Ekspres, 31 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar