Kamis, 11 Agustus 2011

PLANKTON DAN PERUBAHAN IKLIM

Hanung Agus Mulyadi

Staf peneliti LIPI Ambon

Plankton adalah biota baik tumbuhan dan hewan yang hidupnya mengapung, atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya sangat terbatas (dipengaruhi oleh arus), dan berukuran mikroskopis. Dengan ukurannya yang sangat kecil itu maka tidak sedikit orang yang menganggap bahwa plankton itu tidak ada (mengabaikan) keberadannya. Terkadang ketika kita harus menjelaskan kepada masyarakat luas, kita selalu mendapat pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya sederhana tetapi karena ketidaktahuan mereka, maka kita harus berupaya memberi jawaban yang mudah diterima. Pada umumnya memang plankton berukuran mikroskopis sehingga untuk dapat melihatnya kita harus menggunakan bantuan mikroskop dan meskipun demikian, ada beberapa jenis plankton berukuran besar yang termasuk dalam zooplankton yaitu ubur-ubur (Jelly fish).

Dengan ukurannya yang mikroskopis ini pula kita terkadang tidak menyadari peran penting plankton dalam kaitannya dengan kondisi iklim global. Dari kelompok plankton tumbuhan (fitoplankton), dengan kemampuannya melakukan proses fotosintesis dimana karbon dioksida (CO2) dimanfaatkan untuk dapat menghasilkan senyawa organik yang sangat penting untuk kehidupan bagi hampir semua mahluk hidup di laut. Plankton selain ikut mempengaruhi kondisi iklim global, juga ikut dipengaruhi adanya perubahan iklim tersebut dengan adanya perubahan struktur komunitas, kelimpahan, distribusi, dan fenologi.

PLANKTON INDIKATOR PERUBAHAN IKLIM?

Pertumbuhan fitoplankton tergantung pada banyak faktor lingkungan, beberapa diantaranya adalah tingkat kesuburan perairan, intensitas cahaya dan stabilitas kolom air. Seluruh komponen ini dipengaruhi oleh kekuatan, kecepatan, dan frekuensi angin, presipitasi curah hujan dan faktor lain yang dapat mengendalikan atau mempunyai kontrol yang sangat kuat pada kedalaman lapisan sampai 100 meter pada kondisi tingkat kecerahan tinggi atau kondisi laut yang bersih.

Benarkah plankton dengan fitoplankton sebagai produsen dan zooplankton sebagai penghubung antara produsen dengan konsumen pada tingkat tropi yang lebih tinggi punya keterkaitan dengan perubahan iklim? dan apakah plankton dapat digunakan sebagai indikator perubahan iklim? beberapa kajian menguatkan dugaan keterkaitan antara plankton dan perubahan iklim, diantaranya adalah tentang keberadaan fosil plankton dan peran penting plankton terhadap perubahan iklim melalui siklus karbon (CO2) di atmosfer dan laut.

FOSIL PLANKTON DAN PERUBAHAN IKLIM

Banyak kelompok plankton, khususnya dari mikroplankton yang mempunyai bagian tubuh yang keras (karbonat dan silikat) yang setelah mati akan tenggelam dan mengendap di dasar laut. Jumlah plankton yang mati sangat banyak dan proses pengendapannya telah berlangsung sangat lama, yaitu sejak ribuan dan bahkan jutaan tahun yang lalu. Dengan ukurannya yang mikroskopis ini, untuk dapat tenggelam dan mengendap di dasar laut yang dalam tentu akan memerlukan waktu yang sangat lama. Sehingga banyak plankton yang mati dalam perjalanannya tenggelam ke dasar laut tidak pernah sampai ke lapisan dasar karena bahan organik pada plankton habis terurai oleh bakteri, dan kerangka dindingnya yang keras berkapur atau yang mengandung silikat akan terlarut dalam air. Plankton foram Globigerina yang cangkangnya berkapur, pada kedalaman 3000 meter akan habis terlarut sehingga pada laut dengan kedalaman lebih dari 3000 meter hampir tidak dapat ditemukan sedimennya. Hal ini berbeda dengan plankton yang mengandung silikat seperti radiolaria dan diatom yang lebih tahan terhadap pelarutan hingga dapat mencapai dasar laut yang dalam.

Kondisi ini menunjukkan perjalanan sejarah yang panjang antara keterkaitan plankton foraminifera, Cocolitopora, dan dinoflagelata untuk menginterpretasikan perubahan iklim di laut yang terekam di laut dalam kurun waktu yang sangat lama, terutama pada periode holosen (Holocene) yang berlangsung sekitar 4 juta tahun yang lalu. Telah diperoleh informasi berdasarkan analisa isotop dari cangkang plankton tentang fakta-fakta atau bukti adanya pergantian periode musim dingin dan musim panas dan adanya perubahan sirkulasi di laut. Secara lebih lanjut, dapat diketahui bahwa terjadi pengurangan sirkulasi termohaline selama masa glasial (glacial periode). Pada periode yang lebih hangat saat holosen, jumlah yang lebih banyak dan padat, dingin, dan air dengan salinitas tinggi berpindah (tenggelam) dalam proses konveksi di Laut Artik dan tersebar secara luas di dasar laut dan selanjutnya akan mengalami pertukaran menuju ke lapisan permukaan oleh arus. Sebagai contoh adanya mekanisme pertukaran ini adalah apa yang disebut dengan ”Global conveyor belt” sehingga membantu untuk lebih meyakinkan bahwa kondisi iklim di Eropa akan lebih hangat dibanding dengan daerah di sekitar sisi barat Laut Atlantik. Dan jika digabung dengan informasi yang lain yaitu kondisi mikropalaentologi es di Antartik, akan menunjukkan adanya perubahan iklim pada periode tersebut (Edwards & Richardson, 2004; Edwards et al., 2009 ).

PERAN PENTING PLANKTON TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

Upaya memahami bagaimana perubahan iklim dapat mempengaruhi kehidupan di bumi ini merupakan isu utama sekarang ini. Sehingga banyak penelitian dilakukan dengan tema besar perubahan iklim, termasuk keterkaitan antara plankton dan perubahan iklim. Kajian keterkaitan antara plankton dengan perubahan iklim dapat dilihat dari peran penting plankton terhadap iklim, dimana fitoplankton dengan kemampuannya untuk melakukan fotosintesis. Fitoplankton menggunakan gas karbondioksida (CO2) dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan senyawa organik yang akan dimanfaatkan oleh hampir semua mahluk hidup di laut. Dengan biomassanya yang besar, maka jumlah total gas karbon dioksida yang dibutuhkan juga banyak. Apabila tekanan gas parsial CO2 di atmosfer lebih besar dibanding dengan yang berada di dalam air, maka akan di konsumsi oleh fitoplankton dalam laut dalam proses fotosintesis. Dimana gas karbondioksida merupakan salah satu komponen gas rumah kaca yang mempengaruhi suhu atmosfer di bumi.

Dapat diketahui bahwa dengan semakin banyak dan adanya peningkatan konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer akan meningkatkan suhu global. Sehingga dengan melihat kemampuan fitoplankton menyerap gas CO2 di atmosfer yang besar, maka dapat diketahui bahwa plankton berperan dalam mengendalika iklim global. Memang pengetahuan kita tentang besarnya peranan fitoplankton dalam mengendalikan iklim global baru berkembang setelah berkembangnya teknologi satelit yang menggunakan sensor yang dapat mengindera klorofil tumbuhan baik di darat maupun di laut seperti kegiatan pemantauan Global Biosphere oleh NASA dengan satelit SeaWiFS. Secara lebih lanjut, di ketahui bahwa fitoplankton laut tidak saja mempengaruhi iklim global tetapi juga menerima dampak dengan adanya perubahan itu sendiri. Penelitian NASA telah menunjukkan bahwa produktivitas fitoplankton di dunia kini telah berkurang (mengalami penurunan) sejak tahun 1980an, sehingga karbon yang diserap akan lebih sedikit yang pada akhirnya akan mempengaruhi daur karbon. Semakin banyak bukti dalam beberapa dekade terakhir bahwa plankton telah menunjukkan perubahan secara sistematis, baik dalam kelimpahan maupun struktur komunitasnya sebagai dampak dari adanya perubahan iklim global. Bahkan boleh jadi lebih baik dibanding dengan komponen lingkungan yang lain karena respon komunitas plankton tidak linier, yang dapat memperbesar respon terhadap gangguan-gangguan kecil sekalipun.

Di Perairan Teluk San Fransisco misalnya, adanya perubahan iklim diduga ikut memberi pengaruh penting terhadap penurunan produksi perikanan 1975-1993. Dimulai dengan adanya penurunan kepadatan dan bimassa fitoplankton dari kelompok diatom yang kemudian diikuti dengan penurunan total zooplankton. Begitu juga dengan kondisi ekosistem kawasan pesisir dan laut di Inggris yang mengalami dampak adanya perubahan iklim, dimana dengan proses interaksi yang kompleks dan saling terkait antara beberapa faktor lingkungan seperti arus, ketersediaan nutrisi, kondisi tangkap berlebih (over fishing), kerusakan habitat, dan adanya perubahan iklim akan memberi dampak terhadap produktivitas ekosistem pesisir dan laut, termasuk penurunan kelimpahan total zooplankton. Adanya Penurunan kelimpahan populasi zooplankton dari kelompok Calanus juga terjadi di Laut Utara, dimana selama tahun 1960-2000 mengalami penurunan populasi yang diduga terkena dampak perubahan iklim (Hays et al., 2005). Hal ini semakin menguatkan dugaan para ahli dibidangnya dan menunjukkan adanya keterkaitan antara plankton dengan perubahan iklim. Masihkah kita mengabaikan keberadaan plankton?semoga saja kita mau berbagi kehidupan dengan plankton. Semoga……..

Publikasi : Ambon Ekspres, 09 Juli 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar